Pentingnya Pendidikan Agama Moral Dan Disiplin (#MITRAMMCOM99)



Nama              : Yulida Gustina
Nis                   : 1931030008
Mk                  : Metodologi Pengembangan Agama, Moral dan Disiplin

Pentingnya Pendidikan Agama Moral Dan Disiplin
Moral berasal dari kata latin  mores berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Istilah moral selalu terkait dengan kebiasaan, aturan atau tata cara suatu masyarakat tertentu. Termasuk pula dalam moral adalah aturan-aturan atau nilai-nilai agama yang dipegang masyarakat setempat. Kamus Besar Bahasa Indonesia moral adalah nilai baik buruk yg diterima umum. diantaranya mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak,  budi pekerti, dan susila. Dengan demikian prilaku moral merupakan prilaku manusia yang sesuai dengan harapan, aturan, kebiasaan suatu kelompok masyarakat tertentu. Sebagaimana dikemukakan oleh Hurlock (1991) dalam mendefinisikan prilaku moral sebagai prilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok social.
Pada masa bayi, anak belum mengenal prilaku moral atau prilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan kebiasaan orang-orang disekitarnya. Semakin bertambah hari, bertambah pula pengetahun terhadap lingkungan sekitarnya. Pengetahuannya tentang prilaku yang “boleh” atau tidak boleh” atau prilaku yang sesuai dengan kebiasaan lingkungan sekitar dimengerti berdasar pendidikan dari orang dewasa disekitarnya. Orang tua dan orang dewasa lain yang terlibat dalam pendidikan anak harus mengajarkan pada anak prilaku apa saja yang benar dan kurang sesuai dengan atura atau kebiasaan setempat. Anak juga harus diberi kesempatan untuk turut ambil bagian dalam kegiaatan kelompok sehingga anak dapat belajar berbagai prilaku yang sesuai dengan harapan kelompok dan prilaku yang tidak sesuai dengan harapan kelompok.
Masa kanak-kanak adalah fase yang paling subur, paling panjang dan paling dominan bagi seorang pendidik untuk menanamkan norma-norma yang mapan dan arahan yang bersih kedalam jiwa dan sepak terjang anak-anak didiknya. Apabila pada masa AUD dapat dimanfaatkan oleh seseorang pendidik secara maksimal dan sebaik-baiknya yaitu dengan cara menanamkan moral, agama, emosi dan sosial. Harapannya pada masa mendatang, AUD akan tumbuh menjadi orang yang tahan dalam berbagi tantangan, beriman dan kuat.
Masa kanak – kanak adalah masa yang sangat rentan, dimana masa ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
Ketika anak masih di usia dini, orang tua harus mendidik dan mengajarkan nilai – nilai pendidikan kepada anak untuk membantu menunjang kehidupan anak di masa yang akan datang.
Lalu, apa yang harus diajarkan orang tua kepada anak usia dini?
Begitu banyak hal yang harus diajarkan oleh orang tua kepada anak – anaknya. Seperti mengajarkan pendidikan agama dan moral.
Pendidikan agama dan moral sangat membantu anak dalam memasuki tahapan selanjutnya. Karena pendidikan agama dan moral adalah salah satu pendidikan yang penting yang harus diajarkan dan dibiasakan kepada anak sejak usia dini.
Yang pertama yaitu pendidikan agama. Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar untuk anak. Karena jika anak di tanamkan pendidikan agama sejak usia dini, maka pendidikan umum yang lainnya juga akan mengikuti pendidikan agama. Dikarenakan pendidikan umum sudah tercakup di dalam pendidikan agama.
Pendidikan agama adalah pendidikan yang di dalamnya terdapat pengetahuan yang dapat membentuk kepribadian dan sikap seorang anak.
Tujuan diajarkannya pendidikan agama kepada anak sejak dini yaitu agar anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang memiliki karakter yang baik sejak usia dini.
Di samping pendidikan agama, terdapat pula pendidikan moral. Kata moral mempunyai arti “kebiasaan”. Jadi, moral adalah membiasakan memberikan pengajaran tentang baik dan buruk sesuatu seperti perilaku, sikap, budi pekerti, perbuatan dan lain sebagainya, sehingga anak dapat menilai dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Menurut Piaget dalam teori perkembangan moral terdapat 2 tahap, yaitu :
·         Heteronomous Morality. Usia 5 – 10 tahun. Anak sudah mengetahui apa itu moral tetapi anak masih belum bisa merubah atau mengembangkan moralnya. Anak belum bisa mengikuti aturan dan anak belum menyadari moralnya.
·         Autonomous Morality. Usia 10 tahun ke atas. Anak sudah memiliki moral dan anak sudah mulai bisa merubah atau mengembangkan moralnya. Anak sudah mengikuti aturan dan sudah sadar akan moralnya.
Sejatinya, pendidikan agama dan moral sangat berkaitan di dalam kehidupan, terlebih dalam kehidupan anak usia dini. Jika agama anak baik, maka moral si anak juga akan baik.
Jadi, pendidikan agama dan moral untuk anak usia dini harus diberikan secara seimbang agar anak bisa memiliki kepribadian yang baik.
Penanaman pendidikan agama dan moral kepada anak sejak usia dini adalah hal yang sangat penting karena jika anak hanya memiliki kepintaran saja tanpa akhlak, moral dan etika yang baik, maka kepintaran itu tidak akan bermanfaat kepada kehidupan si anak.
Seseorang yang berakhlak PASTI berilmu, tapi yang berilmu belum tentu berakhlak


Konsep Perkembangan Agama Dan Kecerdasan Agama Pada PAUD
1.       Pengertian Perkembangan Keagamaan Anak
Mempelajari perkembangan manusia dan makhluk- makhluk lain pada umumnya, kita harus membedakan dua hal yaitu proses pematangan (pematangan berarti proses pertumbuhan yang menyangkut penyempurnaan fungsi-fungsi tubuh sehingga mengakibatkan perubahan-perubahan dalam tingkah laku terlepas dari ada atau tidak adanya proses belajar) dan proses belajar (belajar, berarti mengubah atau memperbaiki tingkah laku melalui latihan, pengalaman dan kontak dengan lingkungan pada manusia penting sekali belajar melalui kontak sosial agar manusia hidup dalam masyarakat dengan struktur kebudayaan yang rumit itu). Selain itu masih ada ketiga yang ikut menentukan kepribadian yaitu kepribadian atau bakat
Menurut Hartati perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan- perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis (saling bergantungan sama lain dan saling mempengaruhi antara bagian- bagian orgasme dan merupakan suatu kesatuan yang utuh).

2.      Tahap- Tahap Perkembangan Keagamaan Anak

Perkembangan keagamaan menurut Jalaludin (1996: 66) adalah perkembangan keagaan pada anak melalui beberapa fase ( tingkatan) yaitu:
a.       The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
b.       The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
c.       The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pembagian perkembangan ini Jalaludin memberikan beberapa catatan bahwa perkembangan agama anak-anak pada dasarnya sudah ada pada setiap manusia sejak ia dilahirkan. Potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada sang pencipta. Dalam terminology Islam, dorongan ini dikenal dengan Bidayat Al- Diniyyat yang berupa benih-benih keberagamaan

yang dianugerahkan tuhan kepada manusia. Dengan adanya potensi ini manusia pada hakikatnya memiliki agama (Raharjo, 2012:26).
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dorongan keberagamaan merupakan faktor bawaan manusia. Dan untuk perkembangan selanjutnya sepenuhnya tergantung dari pembinaan nilai-nilai agama oleh orang tua. Keluarga merupakan pendidikan dasar bagi anak-anak, sedangkan lembaga pendidikan hanyalah sebagai pelanjut dari pendidikan rumah tangga. Kepribadian anak secara total diartikan sebagai kesan menyeluruh tentang dirinya yang terlihat dalam sikap dan perilaku kehidupan sehari-hari. Kesan menyeluruh dimaksudkan sebagai keseluruhan sikap mental dan moral seorang anak yang terakumulasi di dalam hasil interaksinya dengan sesama dan merupakan hasil reaksi terhadap pengalaman di lingkungan masing-masing ( Mustafa, 2003 : 87).
Keluarga adalah sumber kepribadian seseorang. Karena di dalam keluarga itulah ditemukan berbagai elemen dasar yang membentuk kepribadian seseorang. Aspek genetika diperoleh seseorang dari dalam keluarga. Demikian pula, aspek bawaan dan belajar dipengaruhi oleh proses yang berlangsung dan sistem yang berlaku di dalam keluarga. Sistem pembagian peran dan tugas di dalam keluarga juga akan memberi dampak besar pada proses perkembangan kepribadian seorang anak.

3.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Keagamaan Anak

Pribadi manusia itu dapat berubah, itu berarti bahwa pribadi manusia itu mudah atau dapat dipengaruhi oleh faktor tertentu, memanglah demikian keadaannya karena itu ada usaha mendidik pribadi, membentuk pribadi, membentuk watak atau mendidik watak anak, yang artinya adalah berusaha untuk memperbaiki kehidupan anak yang nampak kurang baik, sehingga menjadi baik (Sujanto, 2004: 3).
Pada garis besarnya teori mengungkapkan bahwa sumber jiwa keagamaan berasal dari faktor intern dan faktor ekstern manusia. Pendapat pertama menyatakan bahwa manusia adalah homo religious (makhluk beragama) karena manusia sudah memiliki potensi untuk beragama. Potensi tersebut bersumber dari faktor intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan, maupun kehendak dan sebagainya.
Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bahwa jiwa keagamaan manusia bersumber dari faktor ekstern. Manusia

terdorong untuk beragama karena pengaruh faktor luar dirinya, seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah (sense of guilt). Faktor- faktor inilah yang mendukung teori tersebut yang kemudian mendorong manusia menciptakan suatu tata cara pemujaan yang kemudian dikenal dengan agama.
a.       Faktor intern
Seperti halnya aspek kejiwaan lainnya, maka ahli psikologi agama mengemukakan berbagai teori berdasarkan pendekatan masing-masing. Secara garis besar faktor yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan yang tergolong faktor intern antara lain:
1)      Faktor Hereditas
Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu, dalam hal ini hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu dan diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pertumbuhan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.

2)      Faktor Kepribadian
Berkaitan dengan kepribadian yang sering juga disebut dengan identitas (jati diri) seseorang yang menampilkan cirri- cirri pembeda dari individu lain. Dalam kondisi normal, secara individu manusia memiliki

perbedaan dalam kepribadian, dan perbedaan inilah yang memberikan pengaruh perkembangan dalam aspek jiwa keagamaan.
b.       Faktor ekstern
Manusia sering disebut dengan homo religious (makhluk beragama). Pertanyaan tersebut menggambarkan bahwa manusia senantiasa dapat mengembangkan dirinya sebagai makhluk beragama. Dan untuk mengembangkan jiwa keagamaan individu maka perlu adanya pengaruh dari lingkungan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan makhluk yang lain.
Faktor eksternal inilah yang bisa mengembangkan jiwa keagamaan dan bahkan bisa menghambat jiwa keagamaan individu. Di antara faktor yang mempengaruhi perkembangan keagamaan adalah sebagai berikut:
1)      Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Anggotanya terdiri dari seorang Ayah, ibu dan juga anak. Bagi anak-anak keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalnya. Dengan demikian kehidupan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu peranan keluarga (orang tua) dalam pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah dominan. Al-Quran Surat At-Tahrim: 6


Comments

Popular posts from this blog

Makalah NERACA OHAUS 2 dan 3 lengan

Makalah Limbah organik Plastik Mitrammcom

Makalah Jam Pasir